Selasa, 15 Maret 2011

My destiny is for moslem

     Tahun 1854 Takdirku dimulai saat ku dilahirkan oleh pasangan pengemis tua yang terlihat menggeletakkanku di depan pintu gereja diantara dua tiang tinggi di halaman depannya, aku tak tahu apa yang mereka pikirkan kepadaku sampai-sampai mereka membuangku dengan meninggalkan sepucuk kertas rokok kusut yang di atasnya tergambar sebuah lambang islam yaitu lafadz Allah yang kugenggam erat hingga saat ini, menunggu harapan apa arti hidupku ini.Aku dirawat oleh seorang pendeta tua dengan hati yang lembut dia menamaiku Porta Chiesa yang berasal dari bahasa Italia berarti pintu gereja, beliau memiliki sifat bijak dan penuh rasa saying dengan jenggot putih lebat dan perawakan tinggi besar, pendeta carlos namanya beliau memang keturunan asli dari negeri kincir angin yang sudah menetap 10 tahun di Indonesia untuk menyebarkan agama nasrani di Indonesia.beliau merupakan orang yang sangat lembut bahkan Beliau sangat menyayangiku seperti menyayangi anak sendiri, dia tau apa yang sedang aku rasakan baik suka maupun duka, dan beliau juga mengajarkan ku beberapa ajaran nasrani namun semua yang diajarkannya terasa sulit di mengerti olehku dan aku pun merasa bersalah terhadap pendeta carlos.
     Suatu hari pada waktu aku kecil aku merenungkan hidupku di bawah pohon rindang di penggir sungai belakang gereja,aku ditemani angin yang sejuk dan kesunyian yang seakan mendukung keadaan hatiku yang bingung, dan pendeta carlos tiba tiba berada di sisiku dengan wajah yang sangat menyejukkakn sukma yang hatiku mendukung cuaca hari itu yang cerah dan dia menceritakan asal usulku dan memberiku kertas rokok kusut yang disimpan dalam kotak mengkilat dengan kaca diatasnya, pendeta carlos berkata “takdirmu bukan pada agamaku ini, nak!” sambil memegang kertas rokok kusut itu, mendengar hal itu ku merasa semakin bingung tentang hidupku ini dan menanyakan kepada pendeta carlos mengapa beliau berkata demikian, jawab pendeta adalah “suatu hari nanti kau akan tahu nak!” sambil tersenyum dan menyerahkan kertas rokok itu padaku,dan mulai saat itulah kertas itu aku bawa kemana mana tanpa tau apa arti symbol dari tinta yang melekat di kertas itu, aku merasa ingin mencari suatu kebenaran tentang takdirku yang terangan dalam masa kecilku untuk mengarungi dan mengetahui apa yang tertulis dalam kitab takdirku
     Hari setelah aku mencapai umur tujuhbelas tahun hari dimana aku mengawali masa menyenangkan namun ternyata pernyataan itu tak sejalan dengan takdirku, pendeta carlos mendadak terkena serangan jantung dan sedang dirawat di rumah sakit desa yang tidak jauh dari gereja. Pada waktu itu aku di beri informasi dari orang tua yang akupun tak mengenalnya, aku langsung berlari ke rumah sakit dengan langit gelap di atasku seakan menggambarkan takdirku yang kelam ini. Sesampainya di rumah sakit aku melihat pendeta carlos tergeletak lemas dan ketika dia melihatku dia tersenyum kecil dan berpesan padaku “carilah takdirmu, nak!” dan kata kata itulah yang mengakhiri hidupnya dan sekaligus terstempel di otakku serta meninggalkan rasa ketidak adilan atas takdirku. Sepuluh hari setelah pendeta carlos meninggal, pendeta carlos diganti pendeta lain yang sengaja aku carikan karena aku berniat untuk pergi ke jawa untuk mencari takdirku. Aku bertekad untuk mencari takdirku di jalan tuhan.
     Dan kisahku pun dimulai, setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya aku datang di tanah jawa aku tak tau dimana aku berada, yang jelas aku sedang ada di daerah timur pulau jawa ini. aku seperti tumbuhan mencari matahari dalam ruang hampa dengan secercah keyakinan sebagai pencari takdir dengan memegang erat kertas rokok beserta keyakinan dari pendeta carlos, dan kitab injil yang kubawa dalam tasku, dimulai dari sebuah desa dekat pelabuhan, hiruk pikuk perdagangan tercium jelas baik telinga mata bahkan hidung. Tidak lama kemudian aku mendengarkankan suatu suara dimana semua orang terhenti dalam hiruk pikuknya, seperti ketika para pelayan bandung bondowoso yang sedang membangun prambanan dan melihat matahari terbit dan terdiam dan lari, para nelayan dan orang mondar-mandir itu langsung menuju suatu tempat namun suara itu masih samar-samar ditelingaku dan aku seakan tertarik untuk menuju arah suara itu, ternyata suara itu adalah suara yang aku dengar ketika aku masih berumur 7 tahun yang pada saat itu membuatku menangis entah mengapa, di suatu pulau yang aku tinggali beberapa hari dengan pendeta carlos, “itulah adzan nak!” kata pendeta carlos,“Adzan itulah namanya, suatu kumandang dimana semua orang islam akan berkumpul untuk mengerjakan ibadah yang disebut sholat” sahut orang yang sebaya dengan pendeta carlos berpenutup kepala warna hitam dengan membawa untaian anggur yang disebut tasbih, maklum waktu itu aku masih berumur 5 tahun. Setiap akhir perkataan selalu terucap “allah huakbar” kata-kata yang paling sulit dilupakan.
     Matahari mulai berada tepat di atas kepalaku. tiba tiba kepalaku pening dan terasa lemas, mungkin ini akibat aku belum makan tiga hari karena perbekalanku habis, setelah berjalan tiga langkah tiba-tiba awan langsung gelap. Setelah terbangun dari awan gelap itu, tiba-tiba aku berada di sebuah rumah yang didalamnya banyak symbol seperti yang ada dalam kertas rokok ku, dan ada tulisan dibawahnya” allah huakbar”. Setelah merasa kebingungan akan tempat aneh ini, muncul seorang wanita berpenutup kepala, aku pikir dia biarawati tapi setelah ku piker-pikir lagi mungkin tidak mungkin ia. “ah masa bodoh aku saja belum tahu aku dimana mengapa memikirkan hal ini, dasar bodoh” gumam ku dalam hati. “aku dimana?” Tanya ku pada wanita itu yang berjarak 3 meter dariku, entah dia merasa jijik padaku atau apalah aku tak tau. “ayahku menemukanmu di depan masjid tergeletak lemas, sekarang kau ada dirumah ayahku”, jawab wanita itu dengan suara yang sangat lembut. “Kruk kruk!” perutku bunyi dan membuat wanita itu tertawa sambil menutup mulutnya, “aku sudah siapkan makanan dan minuman di meja, jangan malu-malu anggap saja rumah sendiri” kata wanita muda itu dengan tetap tersenyum. Perutku terisi dan aku sadar aku belum tau wanita itu, atau aku belum Tanya siapa nama ayahnya
     Aku keluar dari ruangan itu dan belum sampai tiga langkah aku bertemu dengan orang tua yang berjanggut putih lebat dengan kain yang melilit kepalanya, dan terasa sangat familiar dengan ku. “Allah huakbar, kau sembuh dengan cepat anak muda….” Kata orang tua itu dengan suara yang pelan. Aku langsung menanyakan namanya dan anak gadisnya, imam tauhid namanya yang artinya kemurnian iman, dan anak wanitanya bernama safanah yang berarti angin kencang, dan aku juga tak lupa member tahu namaku pada imam tauhid, dan dia langsung kaget “kau…. Apakah kau benar Porta chiesa, anak angkat dari sahabatku carlos?”.
     Sudah genap 12 abad perkembangan islam di nusantara, begitu cepat dan berpengaruh besar bagi kemajuan nusantara, walaupun aku bukan seorang islam tapi kebesaran agama ini begitu besar kemuliyaannya, sehingga terasa dekat sekali dengan jiwa yang masih dalam pencarian jati diri “book of destiny”. Aku bertekad untuk mulai mempelajari agama ini dan suatu hari nanti memutuskan kebijakanku dan menulis sendiri diatas kertas takdir yang ku sebut “book of destiny”
Imam tauhid menceritakan semuanya padaku, dan aku mulai teringat bahwa imam tauhid adalah orang yang dulu hanya berpenutup kepala warna hitam tanpa kain yang melilit, yang sudah dianggap saudara oleh pendeta carlos. dia menceritakan semua tentang apa yang ingin di katakan pendeta carlos yang belum sempat aku dengar, “porta, sebetulnya ketika engkau berumur 20 tahun, carlos sahabatku memberikan pesan agar memberikan pelajaran agamaku ini padamu porta, dan kelak suatu hari di umur ke 25 kau harus memilih antara agama islam dan nasrani, yang pada hakekatnya kedua agama ini adalah dari tuhan kita”. Dengan tegas imam tauhid mengatakannya, dan aku terdiam sejenak dar berpikir sejenak dan berkata “jika memang ini yang terbaik maka akan aku lakukan”. Dan takdirku berlanjut.
     Aku porta chiesa mempelajari makna islam, dan setelah satu tahun berlalu aku tahu bahwa islam adalah panggung dimana kita bermunajat kepada tuhan dan menemukan jati diri dan tujuan hidup, al-quran sebagai petunjuk. Beribu makna ditulis diatasnya, semata-mata untuk menuntun kita ke jalan kebenaran, keduniawian hanyalah hiasan hidup, dan dengan pelajaran ini aku tahu bahwa kaya atau apapun itu namanya bukanlah sebuah tujuan melainkan hanya sebuah jembatan, dimana sebuah kehidupan kekal menunggu. Dan akhir dari pelajaranku adalah aku mengerti apa arti bahkan makna yang terkandung dalam satu symbol di atas kertas rokok ku yang telah menemaniku hingga saat ini,arti symbol itu adalah Allah : tuhan semesta alam yang esa dan mulia, yang paling sempurna dari yang sempurna. Pernah suatu hari aku bermimpi,dalam mimpiku aku berlari kearah cahaya yang sangat terang, dan menemukan suatu buku yang ternyata adalah alqur’an dan sepanjang mimpiku berjalan kumandang adzan selalu menggema di telingaku, dan aku melihat sosok orang tua yang sangat akrab dengan ku, setelah aku lihat ternyata sosok itu adalah pendeta carlos, dan dalam senyum dia mengatakan “takdirmu sudah dekat nak!” seraya perkataan itu terucap aku terbangun dari tidurku, dan sesaat setelah itu terjadi, aku memutuskan untuk berada dijalanMu ya ALLAH dengan ajaran utusanMu nabi Muhammad SAW, dan dengan bantuan imam tauhid aku mengucapkan “Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, Wasyhadu anna muhammadan rasuulullaah” terasa indah dihatiku terasa sejuk dihatiku. Islam adalah agamaku. Namun takdirku bukan hanya berhenti sampai pada islam saja namun bagaimana untuk menjadi kaum nabi Muhammad SAW yang taat dan beriman kepada Allah SWT.

    Namun ada satu paragraf yang belum terisi sempurna dalam “book of destiny” yaitu siapa yang akan menjadi pendamping hidupku?, pertanyaan yang simple tapi sulit untuk dilakukan. Suatu hari ketika hari ke empat belas aku belajar dirumah imam tauhid, aku melihat safanah benar-benar menggetarkan jantungku ketika dia memakai kerudung putih dan mengantarkanku secangkir teh dan seolah-olah matanya seperti angin yang meliuk indah di mataku, sesuai dengan arti nama dari safanah yaitu angin kencang, dan saat itu juga akhir pertemuanku dengan safanah, walaupun sulit untuk diungkapkan tapi dia telah meraih hatiku, jujur aku merindukan tatapan matanya. Suatu hari aku bertanya pada imam tauhid “safanah kemana imam? Sudah lama aku tak melihatnya”. Tanyaku. “Mengapa porta?” jawabnya dengan singkat. “em,,,, tidak apa imam.” Jawabku terbata-bata. “dasar anak muda, dari wajahmu sudar terlukis jelas bahwa kau menyukai safanah!” jawab imam tauhid dengan santai. “iya imam” jawabku dengan malu. “dia sedang berada di luar pulau sedang berdakwah, jika kau benar-benar mencintainya, maka susul dia, dan katakan padanya apa yang ada dalam hatimu.” Jawabnya dengan perkataan bijak.Dan Kali ini aku ditemani Al-quran dalam pencarian takdirku, dengan diiringi musik mulia yaitu kalimat tasbih.
     Sekitar dua hari dua malam pelayaranku, aku tiba di pelabuhan dan tidak jauh dari pelabuhan aku mendengar suara yang taka asing lagi ditelingaku, suara yang menyejukkan sukma, suara itu berasal dari manusia berwujud bidadari bernama safanah, seseorang yang aku harapkan menjadi jodohku kelak dan mengakhiri paragraph yang masih belum rampung ini. Aku menghampiri nya yang sedang mengajar ilmu tajwid di sura dekat pelabuhan, namun kagetnya aku ketika bertemu dengannya ketika dia memakai tongkat untuk berdiri, aku langsung menghampirinya dan bertanya” apa yang terjadi dengan mu?”, tanyaku, “salam dulu kak”jawabnya dengan santai “iya,,, assalamualaikum” dengan perasaan bertanya-tanya, “walaikum salam, hanya luka goresan kok kak,,,” jawabnya dengan tetap santai “goresan katamu? Jangan bercanda kau safanah!”, jawabku keras. “goresan takdir kak,,,,,”jawabnya dengan suaranya yang lembut. Aku terdiam dan tak bisa berkata-kata “inikah kekuatan islam?” gumamku dalam hati, seorang anak kecil berbaju compang-camping mengatakan sesuatu “dia kakakku yang menyelamatkan ku dari tabrakan perahu”jawab anak kecil itu dengan suara polos. “kakak mengapa kesini? Ada keperluan penting ya?” Tanya safanah, “sangat penting sehingga aku sulit mengatakannya”, jawabku dengan tegas “katakan saja kak,,,,?”, tanyanya dengan lembut, “aku kesini untuk melamarmu safanah” jawabku, “aku tak bisa kak,,,” sambil memalingkan wajah. “kenapa?” jawabku penuh perasaan, “kau tidak pantas menikahi wanita cacat sepertiku”jawabnya dengan menangis. “aku tahu safanah, tapi cinta bukan dari apa yang engkau lihat, kecantikan dan fisik hanya sesaat, ketika kau mengedipkan mata maka kecantikan dan fisik itu akan hilang”, jawabku. “benarkah kakak akan menikahiku?” sambil mengusap tangisannya. “kau kira aku bercanda safanah! Jauh jauh aku dari pulau seberang hanya mencarimu!” jawabku. Safanah hanya tersenyum. Seperti pulau kering tak bernyawa, senyumnya memberikan kehidupan di hatiku, dan kami pulang meminta restu dari orang tua kami.
     
      Kertas rokok ini mengantarkanku hingga Pernikahanku berlangsung, Dan akupun mengganti namaku menjadi rahman chiesa dan aku dan istriku memiliki dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Memang benar bahwa anak selalu membawa rejeki, setelah anak kedua lahir keajaibanpun datang, Safanah istriku sembuh dari lumpuhnya dan kami menjalani hidup di suatu pondok pesantren yang kami bangun bersama-sama, kami bersama-sama membangun bahtera islam dijalanmu ya ALLAH, dan rampung sudah bukuku ini “book of destiny”. Alhamdulilah,,,,

                 “ustadz rahman! Aku bangga jadi anak islam, begitu juga aku nak!”
                              BE A REAL MOSLEM WITH YOUR DESTINY,
                                                                 AND
                                BELIEVE THIS, (ALLAH ALWAYS LOVE U)



5 komentar: